Pengalaman Pertama Mengajar Privat Pra Calistung

Aulia Shifa Lestari
3 min readJun 22, 2024

--

(07): Sesuatu akan terlihat sulit saat dibayangkan sampai kita benar-benar melakukannya.

Photo by Jerry Wang on Unsplash

Kemarin, tepatnya Hari Jum’at, 21 Juni 2024 merupakan hari yang cukup menegangkan sekaligus menyenangkan bagiku. Semuanya serba ‘pertama kali’. Pertama kalinya mengajar privat anak usia dini, pertama kalinya mengajar pra calistung, dan pertama kalinya juga belajar mengenal berbagai macam jenis montessori untuk mengasah sensorik dan motorik anak sebelum mengenal kegiatan membaca, menulis, berhitung atau yang biasa disingkat dengan calistung.

Sebagai informasi sebelum mendaftar menjadi pengajar privat aku memang sudah pernah mengajar Al-Quran untuk anak usia dini dari mulai usia 4 hingga 11 tahun di sebuah Rumah Tahfiz di daerah asalku. Akan tetapi sistem belajarnya bukan privat, melainkan secara group atau berkelompok. Dan pada tahun 2023 kemarin aku memutuskan untuk daftar menjadi pengajar di sebuah lembaga les privat yaitu madani islamic course dan puji syukur bisa lolos seleksi sampai akhir. Di tempatku mengajar privat ini menyediakan berbagai macam les dari mulai mengaji, hafalan Al-Qur’an, pra calistung, calistung, bahasa inggris, dan pelajaran SD.

Seluruh pengajar yang dinyatakan lolos seleksi akan dimasukkan ke dalam satu grup whatsapp untuk mendapatkan informasi lowongan pekerjaan dan pelatihan. Setiap anak didik yang sudah mendaftar menjadi murid akan dibagikan informasinya melalui grup dari mulai nama murid, usia, alamat, jenis program yang diambil, hari dan durasi belajar, dan beberapa kriteria khusus seperti perempuan atau laki-laki, sabar, kreatif, tegas, dan lain sebagainya.

Karena aku belum bisa mengendarai motor sendiri tentunya aku akan memilih murid yang jaraknya lebih dekat dari kostan dan bisa ditempuh menggunakan kendaraan umum baik itu angkot maupun ojek online. Oleh sebab itu cukup sulit bagiku untuk mendapatkan murid karena sistemnya ‘siapa cepat dia dapat’. Sedangkan aku sendiri perlu waktu untuk mengecek jarak dari kostku ke alamat rumah murid di google maps dan tarif ojek online di aplikasi Grab, Gojek, atau Indriver.

Setelah penantian yang cukup panjang akhirnya aku mendapatkan murid yang cocok terutama dari segi jarak. Setelah berkomunikasi dengan admin madani dan wali murid, akhirnya kami menyepakati jadwal les sebanyak dua kali dalam satu minggu, yaitu hari Selasa dan Jumat pukul 10 pagi dengan durasi 90 menit/pertemuan.

Singkat cerita, satu hari sebelum mengajar aku merasakan keraguan, kebingungan, sekaligus rasa takut. Takut tidak bisa menyesuaikan diri dengan murid, takut murid dan bundanya merasa tidak cocok dengan caraku mengajar, takut tidak bisa memberikan yang terbaik. Tentunya beragam emosi yang bermunculan tersebut tetap disertai dengan usaha untuk mencari referensi materi dan bahan ajar.

Meskipun sudah ada kurikulumnya akan tetapi tetap saja harus dipersiapkan dengan baik dari mulai alur pembelajaran, aktivitas montessori, hingga lembar kerja atau worksheet setiap pertemuannya.

Sampai tiba saatnya jadwalku untuk mengajar. Aku segera bersiap-siap menuju rumah murid dengan segenap keyakinan dan rasa percaya diri yang aku punya. Durasi perjalanan yang ditempuh kurang lebih 10 sampai 15 menit. Sesampainya di rumah bahagia sekali rasanya karena langsung disambut hangat oleh nenek dan bundanya.

Detik itu juga aku langsung berkenalan dan melakukan pendekatan dengan muridku ini, namanya Aden. Usianya menjelang 4 tahun. Anaknya aktif sekali, banyak bicara dan bertanya. Setiap pertanyaan yang dilontarkan pokoknya harus dijawab, kalau tidak dia akan sedih dan tidak semangat lagi untuk belajar. Aku juga akhirnya belajar memahami apa yang ia sampaikan dengan intonasi bicara yang cukup cepat.

Pada pertemuan pertama ini memang sengaja tidak banyak aktivitas montessori, aku ingin fokus menggali apa yang perlu dikembangkan dan proses belajar seperti apa yang ia sukai. Bersyukur sekali karena pertemuan kali ini berjalan dengan efektif dan menyenangkan, walaupun agak sedikit melelahkan karena banyak sekali pernyataan dan pertanyaan yang harus aku respon dan jawab dengan sejelas mungkin.

Selama mengajar, aku belajar memposisikan diri sebagai teman bermain Aden. Belajar mengenali emosi dan kebutuhannya, belajar berpikir cepat untuk mencari kegiatan pengganti saat sudah merasa bosan dan hilang fokus. Dan tentunya belajar sabar menghadapi keaktifan muridku ini dengan penuh senyuman.

Pertemuan pertama ini memberikanku pelajaran bahwa apa yang aku takutkan dan khawatirkan sejak awal ternyata tidak seburuk kenyataannya. Asalkan aku tetap berusaha dan yakin sama kemampuanku sendiri. Terima kasih Aden atas pelajaran berharganya!

Doakan aku ya teman-teman agar bisa memberikan yang terbaik untuk muridku ini sampai akhir pertemuan nanti.

--

--

Aulia Shifa Lestari

Seorang perempuan yang sedang belajar, bertumbuh, dan berdaya dengan cara dan versi terbaiknya sendiri