People Come and Go

Aulia Shifa Lestari
3 min readJun 9, 2024

--

(04): Karena setiap orang yang datang dan hadir di hidup kita memiliki perannya masing-masing.

Photo by Christian Paul Stobbe on Unsplash

Beberapa waktu terakhir aku sering menjumpai istilah ‘people come and go’ di berbagai konten instagram baik itu berupa tulisan atau reels. Aku juga pernah membahas topik tersebut bersama sahabatku saat kami berkesempatan untuk bertemu dan mengobrol secara langsung atau istilah zaman sekarangnya adalah ‘deeptalk’, hehee.

Berulang kali juga aku merefleksi dan mengingat-ingat kehadiran orang-orang di hidupku selama ini. Ternyata datang dan perginya manusia di hidup kita memang sudah hukum alam, artinya hal tersebut bersifat fitrah dan memang seperti itu cara kerjanya. Oleh karena itu aku ingin berbagi bagaimana caraku memaknai people come and go versiku sendiri.

Aku sendiri meyakini bahwa setiap orang yang hadir di kehidupan kita memiliki perannya masing-masing. Ada yang hadir untuk menemani kita bertumbuh hingga dewasa, hadir untuk mengajarkan kita arti memaafkan, hadir untuk mengajarkan kita buah dari kerja keras dan ketekunan, hadir untuk membuat kita berani bermimpi dan mengambil keputusan, hadir untuk membuat kita belajar mengikhlaskan, bahkan hadir untuk membuat kita belajar bagaimana cara menunjukkan rasa cinta kepada orang yang kita sayang.

Semua sesuai porsinya dan yang perlu kita sadari, semua ada masanya. Setiap orang yang datang di kehidupan kita suatu saat pasti akan pergi, entah bagaimanapun bentuk dan caranya. Tentunya kepergian atau kehilangan itu di luar kendali manusia. Tapi kita bisa memilih cara terbaik untuk bisa berdamai dengan kepergian tersebut.

Hingga perlahan, seiring proses pemulihan, bukan lagi rasa sedih, sesak, bahkan sesal yang dirasakan, tapi juga rasa syukur karena Allah sudah menghadirkan kita orang-orang dengan berbagai macam peran dan pembelajaran hidup di dalamnya yang membuat kita bertumbuh sebagai manusia.

Perlahan kita jadi punya pemikiran “Oh ternyata dia dihadirkan di hidupku supaya aku belajar ikhlas untuk melepas sesuatu yang memang bukan untukku.” “Oh ternyata Tuhan mempertemukanku dengan dia karena Tuhan tahu aku butuh belajar dari dia.” “Oh ternyata Tuhan menjauhkan aku dari dia karena akan digantikan dengan seseorang yang jauh lebih baik lagi.”

Orang tuaku juga berulang kali memberi nasihat agar aku belajar untuk mandiri dan tidak bergantung kepada siapa pun. Hal tersebut membentuk sebuah prinsip bahwa aku harus bisa berdiri dan menopang hidupku sendiri, aku harus belajar mengandalkan diri sendiri (dan tentunya Tuhan) dalam segala situasi.

Karena kita tidak akan pernah tahu kapan orang-orang yang punya peran penting di hidup kita akan berakhir masanya. Bahkan tidak ada yang bisa kita percaya sepenuhnya termasuk orang yang paling kita cintai. Tidak ada yang benar-benar kekal abadi dan milik kita selamanya termasuk diri kita sendiri.

Aku pernah baca dari kutipan salah seorang penulis bahwa salah satu kunci supaya bisa lebih mudah berdamai akan kepergian seseorang adalah dengan tidak merasa memiliki apa pun. Karena memang semua yang dihadirkan untuk kita itu cuman ‘titipan’ saja. Kalau ternyata ada titipan kita yang diambil sama Tuhan entah itu orang yang kita sayang atau harta benda sekali pun, berarti Tuhan sudah menyiapkan titipan lain yang jauh lebih baik lagi.

--

--

Aulia Shifa Lestari

Seorang perempuan yang sedang belajar, bertumbuh, dan berdaya dengan cara dan versi terbaiknya sendiri